Jakarta – Presiden Prabowo Subianto kembali menggebrak! Dalam pidatonya di Kongres ke-18 Muslimat NU di Surabaya pada 10 Februari 2025, Prabowo mengungkap keberadaan “raja kecil” di birokrasi yang berusaha menggagalkan kebijakan efisiensi anggaran. Pernyataannya sontak memicu perbincangan hangat di berbagai kalangan, dari birokrat hingga masyarakat umum. Namun, siapa sebenarnya yang merasa terganggu dengan langkah ini?
Efisiensi Triliunan Rupiah Demi Rakyat
Prabowo menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran bukan sekadar wacana, melainkan langkah konkret yang telah dirancang untuk menghemat hingga Rp306,7 triliun. Dana ini akan dialokasikan untuk program-program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis bagi anak sekolah serta perbaikan sekolah-sekolah yang rusak.
“Jangan ada raja kecil yang menghalangi niat baik ini! Ini untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir orang!” tegas Prabowo dalam pidatonya yang disambut riuh tepuk tangan hadirin.
Namun, tidak semua pihak setuju. Beberapa pejabat disebut-sebut merasa keberatan karena kebijakan ini berdampak pada berbagai pos anggaran yang selama ini dianggap “sensitif”.
Perjalanan Dinas dan FGD Berlebihan Disorot!
Dalam pernyataannya, Prabowo juga mengkritik anggaran untuk perjalanan dinas luar negeri yang dianggap tidak efisien serta pelaksanaan Forum Group Discussion (FGD) yang terlalu sering dan boros anggaran.
“Kita tidak anti perjalanan dinas, tapi harus jelas manfaatnya! Jangan hanya jalan-jalan, pulang bawa oleh-oleh tapi rakyat tidak mendapatkan hasilnya,” ujar Prabowo.
Ia juga menyebut bahwa FGD seharusnya benar-benar menghasilkan solusi nyata, bukan sekadar seremoni yang menghabiskan anggaran tanpa dampak signifikan.
Reaksi DPR dan Dampak pada Ekonomi
Pernyataan Prabowo langsung mendapat respons dari berbagai pihak, termasuk DPR. Beberapa anggota DPR mendukung kebijakan efisiensi ini, namun ada juga yang mempertanyakan dampaknya terhadap sektor ekonomi, terutama dalam industri konstruksi yang selama ini bergantung pada proyek pemerintah.
“Kita harus hati-hati dalam memotong anggaran. Jangan sampai sektor konstruksi terpukul dan terjadi PHK massal,” ujar seorang anggota DPR yang meminta kebijakan ini dikaji lebih lanjut.
Namun, pemerintah meyakinkan bahwa efisiensi ini tidak akan menghambat pembangunan. Justru, anggaran yang selama ini kurang tepat sasaran akan dialihkan ke proyek-proyek yang benar-benar berdampak bagi rakyat.
Siapa yang Paling Terganggu?
Pertanyaan besar yang muncul adalah siapa sebenarnya yang merasa terganggu dengan kebijakan ini?
Apakah mereka yang selama ini menikmati anggaran perjalanan dinas dan FGD? Atau justru oknum-oknum di birokrasi yang terbiasa dengan sistem yang kurang transparan?
Prabowo tampaknya ingin memberikan sinyal bahwa era pemborosan anggaran telah berakhir. Namun, jalan menuju efisiensi tidak akan mudah. Tantangan terbesar adalah memastikan kebijakan ini berjalan efektif tanpa menimbulkan gejolak yang merugikan sektor lain.
Kesimpulan: Langkah Berani yang Harus Dikawal
Pernyataan Prabowo tentang “raja kecil” di birokrasi adalah peringatan keras bagi siapa pun yang menghambat reformasi anggaran. Dengan penghematan Rp306,7 triliun, program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis dan perbaikan sekolah rusak diharapkan bisa berjalan lancar.
Namun, kebijakan ini tentu harus dikawal agar tidak ada celah bagi penyalahgunaan wewenang yang baru. Publik perlu terus mengawasi, sementara pemerintah harus memastikan transparansi dan efektivitas dalam implementasi kebijakan ini.
Apakah langkah Prabowo ini akan benar-benar membawa perubahan? Ataukah ada pihak yang akan terus berupaya menghambatnya? Kita tunggu babak selanjutnya!